You must have JavaScript enabled in order to use this theme. Please enable JavaScript and then reload this page in order to continue.
Loading...
Logo Desa Warawatung
Desa Warawatung

Kec. Naga Wutung, Kab. Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur

Selamat Datang Di Website Desa Warawatung,Terima Kasih Atas Kunjungan Anda Selamat Datang Di Website Desa Warawatung,Terima Kasih Atas Kunjungan Anda Selamat menjalani Trihari Suci Paskah 2025. Semoga cinta dan harapan baru mekar di hati kita. Selamat memasuki Trihari suci paskah

SEKILAS KISAH BERDIRINYA SD KATHOLIK LEWOPENUTUNG

Administrator 08 Agustus 2025 Dibaca 134 Kali
SEKILAS KISAH BERDIRINYA SD KATHOLIK LEWOPENUTUNG

Warawatung,6 Agustus 2025,Pada zaman sebelum kemerdekaan (zaman Raja-Raja), ada dua desa gaya lama di kampung Oravutu ini. 1). Desa Varavatu (sekarang Warawatung) dengan sub desa Lamadua (Lamaofong, sudah pindah ke Lamanepa sekarang) dan Wotan. 2). Desa Levu Penutuk (kampung hangus, sekarang Lewopenutung) dengan sub desa Duang dan Fuluor. Waktu itu (tidak diketahui secara pasti tahunnya, sekitar tahun 1920-an atau 1930-an), dibangun satu Kapel darurat di Varavatu yang digunakan untuk beribadat pada hari Minggu untuk masyarakat/umat di Varavatu, Lamadua dan Wotan. Pada hari Senin sampai Sabtu digunakan sebagai sekolah untuk mengajar anak-anak dan remaja membaca, menulis dan berhitung sederhana. Alat-alat yang digunakan pun sangat sederhana, dari daun Siwalan (lontar) sebagai kertas/buku tulis dan arang sebagai alat tulisnya, kemudian berkembang menggunakan batu tulis dan kalam (anak batu tulis). Alat tulis menulis berupa batu tulis dan kalam ini masih digunakan sampai tahun 1970-an, sebelum buku tulis dan pinsil dijual ramai di pasar atau sebelum dapat dibeli oleh orang tua kita waktu itu yang pasarnya jauh di Loang dan baru ada satu kios misi di Lamalera. Salah satu guru yang dikirim oleh P. Bernardus Bode, SVD (Tuan Bode) sebagai guru Agama di Varavatu adalah Guru Kia Korohama dari Lamalera. Selang beberapa waktu kemudian, datang lagi guru Marselinus Take Ruing (dari Lelawerang-Lebatukan sekarang). Atas inisiatif guru Linus, dibangunlah sebuah sekolah darurat di Vohokalang, kampung Wotan sebagai Sekolah Rendah/Sekolah Desa/Sekolah Rakyat dengan tempat duduk dari kayu bulat dan bambu. Ada juga anak-anak dan remaja dari Duang dan Fulur (levu molu/Levu Penutuk) ikut bersekolah di Vohokalang. Karena jarak yang cukup jauh dengan topografi yang berbukit dan lembah yang curam, disepakati untuk pindah tempat belajarnya di Kelelang, di bawah satu pohon Gudi (sejenis pohon Ara). (Lokasinya sekarang di halaman samping rumah Bapak Anselmus Koda Lamak). Sekolah di Kelelang ini juga masih berstatus Sekolah Rendah/Sekolah Rakyat (SR), sampai kelas 3 saja (Kelas 3 SR). Untuk melanjutkan sekolah ke kelas 4, 5 dan 6 SD, anak-anak harus lanjut ke Lamalera (SDK Lamalera-1913), ada juga yang ke Boto (SDK Boto-8 Januari 1925), bahkan sampai ke Belang (SDK Belang-1 Agustus 1923) yang pada waktu itu sudah berdiri Sekolah Dasar (SD) 6 tahun. Selain guru Kia dan guru Linus, masih banyak lagi guru yang mengajar SR di kampung kita waktu itu, mulai dari Varavatu, Vohokalang sampai Kelelang. Bapak guru Marselinus Take Ruing adalah Kepala Sekolah SR tempo itu.

Kepala Desa Varavatu waktu itu (sekitar tahun 1940-an sampai 1950-an) oleh Bapak Melkior Laba Hadung, sedangkan kepala desa Levu Penutuk adalah bapak Preta Manuk. Perkembangan jumlah murid semakin bertambah setiap tahun dan keinginan anak-anak untuk melanjutkan sekolah sampai kelas 6 juga tinggi, namun harus menempuh perjalanan jauh, harus menyiapkan bekal dan kebutuhan lain untuk anak menginap selama bersekolah di kelas 4, 5 dan 6.

Kesulitan yang dirasakan oleh para orang tua yang anaknya melanjutkan sekolah ke tempat yang jauh untuk bisa memperoleh Ijazah Sekolah Dasar (kelas 6 SD), mendorong kedua kepala desa ini untuk mendirikan sebuah sekolah di kampung ini sehingga anak-anak tidak perlu lagi melanjutkan sekolahnya ke desa atau kampung tetangga yang jaraknya sangat jauh yang hanya ditempuh dengan berjalan kaki.

Bapak Kepala Preta Manuk (kepala desa gaya lama Levu Penutuk) mendatangi Bapak Kepala Laba Hadung (kepala desa gaya lama Varavatu) untuk berunding dan meminta kalau boleh lahan kosong di Bani (Lokasi sekolah sekarang) digunakan untuk membangun satu sekolah di situ. Bapak Kepala Laba Hadung menyetujui permintaan dari Bapak Kepala Preta Manuk ini dan bersama orang tua Suku Unagolok-Vatunor menyerahkan/menghibahkan lahan itu untuk dibangun sekolah. 

Pada tahun 1950, melalui seorang misionaris SVD, P. Bernardus Bode, SVD, berdirilah sebuah bangunan semi permanen Sekolah Dasar dengan 5 Ruang Kelas. Kelas 1 bersekolah dari jam 7 sampai jam 10, kemudian digantikan oleh kelas 2 sampai jam 1 siang. Kondisi gedung semi permanen dengan 5 ruang kelas ini bertahan sampai tahun 1980-an. Salah seorang guru (Kemungkinan Bapak guru Frans Ola Ebang-orang Adonara), mengabadikannya dalam sebuah lagu yang syair lagunya :

“Di lereng Labalekan, ada satu sekolah. Sekolah enam tahun di Lewopenutung. Berdindingkan batu bata, berlantaikan semen, beratapkan alang-alang, kukuh serta permai”

Seorang guru lagi (mungkin bapa guru Bernardus Bala Ladjar-dari Kalikasa/Kolilerek) mengubah sebuah lagu dalam bahasa daerah, yang syair lagunya :

“ O vajiga pana tai ju (tai ju), tai skolah, skolah ju Bani, Bani Lewopenutung, guru ajar baca, a, i, u (a, i, u).” 

Dan masih banyak lagu-lagu sebagai pemberi semangat/motivasi belajar masa-masa awal Sekolah Dasar Lewopenutung, baik dalam Bahasa Indonesia maupun dalam bahasa daerah, karya para guru waktu itu.

Angkatan di bawah tahun 1980-an pasti hafal baik lagu-lagu ini karena cukup trend pada masa itu.

Sejak tahun 1950, sekolah kita resmi diakui sebagai sebuah Sekolah Dasar berdasarkan Kutipan Surat Keputusan Gubernur Nusa Tenggara Timur, yang di dalam satu point menyatakan batas-batas tanah, dan pada point lainnya menyatakan bahwa tanah milik sekolah ini telah dibukukan dalam buku tanah pada Kantor Pendaftaran Tanah menurut Peraturan Menteri Agama No. 14 Tahun 1950. 

Selanjutnya berdasarkan SK Pendirian Sekolah Dasar Katolik di bawah naungan Yayasan Persekolahan Umat Katolik Keuskupan Larantuka kabupaten Flores Timur (Yapersuktim), menetapkan kewenangan Yapersuktim mendirikan sekolah-sekolah dasar katolik yang pada lampirannya nama SDK Lewopenutung tercantum pada urutan ke-158 dari 175 SDK pada waktu itu, dengan nama SDK Lewopenutung dan tanggal pendirian ditetapkan 1 Agustus 1950.

Dari daftar nama murid pada Buku Induk Sekolah, nama Andreas Ado, terdaftar pada nomor urut 1 dan sampai pada tanggal 14 Juli 2025, Sepherinus Jata Lebao terdaftar pada nomor urut ke-1581, menutupi lembaran pendaftaran tahun ini. 

Jika dihitung dari nomor urut 1 pada tahun 1950 sampai dengan tanggal 20 Juni 2025, yang sudah tamat belajar sebanyak 69 angkatan atau sebanyak 1531 orang alumnus. (Anak-anak yang baru tamat dan kita semua ada dalam jumlah 1531 ini, baik yang meninggal dunia maupun kita yang masih hidup). Bapak Philipus Koda Manuk termasuk salah satu murid pada Angkatan pertama (1950 – 1955/ Angkatan I-1955) yang masih hidup.

Jumlah peserta didik Tahun Ajaran 2025/2026 sebanyak 50 orang, terdiri dari 24 orang laki-laki dan 26 orang perempuan, 1 orang (laki-laki) mengundurkan diri di kelas 5, semester genap Tahun Ajaran 2024/2025 dan 1 orang (perempuan) tidak ada berita dari orang tuanya sampai sekarang (pindah sekolah di SDK Idalolong tanpa berita, pada awal Tahun Ajaran 2025/2026), yang masih bersekolah sampai hari ini tinggal 48 orang saja, terdiri dari murid laki-laki 23 orang dan murid perempuan 25 orang.

Dari segi kwantitas (jumlah) murid, tahun ini kita mengalami penurunan sangat jauh dari jumlah tahun sebelumnya 64 orang, tamat belajar 18 orang dan murid baru tahun ini cuma 4 orang. Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya jumlah murid secara keseluruhan masih berkisar 60-an sampai 70-an, namun tahun ini tidak sampai 50 orang.

Dari deretan para guru yang pernah menjadi kepala sekolah sejak tahun 1950 hingga sekarang, ada Bapa Guru Lebe Bataona (Kepala Sekolah Pertama, dari Lamalera), Bapa Guru Atalema (dari Lamalera), Bapa guru Frans Ola Ebang (dari Adonara), Bapa Guru Karinus Keranga Mudaj (dari Keluang/Belabaja), bapa guru Sipri Wuring (dari Kalikasa/Atadei-kurang lebih 23 tahun jadi kepala sekolah SDK Lewopenutung/kepala sekolah terlama), bapa guru Paulus Laga Pati (dari Mingar), bapa guru Benyamin Emi Kebol (dari Idalolong), bapa guru Petrus Dalo Lamak (dari Lewotala, 2012-23 Oktober 2015) dan guru Laurensius Lado Pukan (dari Wotan/Lewopenutung, 23 Oktober 2015 sampai sekarang). 

Dan tentu banyak pula deretan para guru yang pernah mengajar di SDK Lewopenutung sejak tahun 1950 hingga sekarang, baik yang sudah meninggal dunia maupun masih hidup, ada guru Bernardus Bala Ladjar, Hendrikus Ata, Bernardus Demong Kapitan, Stef Labi Beraf, Sebastianus Kiwang, ibu Fransiska Krova, ibu Margareta Krova, ibu Goreti Liwa Atawuwur, Gervasius Bisa Raring, Yan Rimo Tukan, Gaspar Tala Lamak, Hendrikus Hugur, Petrus Pati Pukan, Vinsensius Werang, dan banyak lagi bapak dan ibu guru yang lain, yang nota bene kebanyakan bukan anak tanah Oravutu. Namun sekitar 10 tahun terakhir ini, mulai dari kepala sekolah dan staf guru (PNS dan Non PNS), kami semua yang ada di sini adalah or anak Oravutu.

 Seiring dengan perjalanan waktu di mana usia sekolah kita juga sudah semakin tua, mencapai usia Intan, 75 Tahun, namun jumlah murid kita berkurang drastis tahun ini. Keluar 18 orang, mengundurkan diri 1 orang, pindah sekolah (tanpa berita) 1 orang, dan masuk cuma 4 orang dari penduduk 2 desa di tanah Oravutu ini.

Pada tahun Intan sekolah kita tahun 2025 ini, ada 2 orang GTK dari sekolah kita berhasil lulus tes CPNS dan PPPK, walaupun bukan melamar dari sekolah kita, tetapi menitipkan diri pada sekolah negeri di dalam wilayah Gugus 4 Nagawutung. Mengapa demikian? Tenaga honorer dari sekolah swasta yang melamar untuk ikut tes baik tes masuk PPPK maupun tes masuk CPNS, tidak akan diterima/ditolak oleh Panitia Penyelenggara tes-tes ini.

Kelulusan Tes 2 rekan GTK pada tahun ini saya anggap sebagai kado pada peringatan 75 tahun sekolah kita, juga sebagai hadiah untuk saya dalam rentang waktu 2,5 periode kepemimpinan saya/10 tahun mengabdi di sekolah ini, karena baru tahun ini 2 rekan kerja ini mendaftar ikut tes dan keduanya lulus, 1 orang lulus tes PPPK dan ditempatkan menjadi pegawai pada kantor dinas PUPR kabupaten Lembata, yang satu lagi lulus tes CPNS dan sekarang bertugas sebagai Resepsionis di Pkm. Loang, kecamatan Nagawutung. 

 Peserta didik yang tamat Tahun Ajaran 2024/2025 (Angkatan ke-69) juga merupakan jumlah terbesar (18 orang) dari jumlah peserta Ujian Sekolah 9 tahun sebelumnya. Namun tidak berimbang, karena yang masuk sebagai murid baru pada tahun ajaran ini merupakan jumlah paling sedikit (4 orang) dari jumlah murid baru 9 tahun sebelumnya yang paling sedikit 8 orang sampai paling banyak 18 orang yang tamat pada bulan Juni 2025.

 Gambaran pertama tentang kondisi awal sekolah kita dan kedua tentang kondisi sekarang. Kondisi ini sengaja saya angkat untuk menggugah dan menggugat kita semua. Sekolah kita adalah sekolah dasar swasta katolik dari 53 SDK yang masih bernaung di bawah Yayasan Pendidikan Umat Katolik Lembata (Yapenduklem).

Sekolah swasta adalah milik masyarakat yang dikelola oleh Yayasan untuk urusan tertentu. Khusus sekolah swasta katolik di Lembata di bawah naungan Yapenduklem, urusannya lebih kepada soal administrasi, namun belum sampai mengangkat Guru Tetap Yayasan (GTY) yang dibiayai oleh Yayasan. 

Sekolah kita adalah sekolah swasta, maka masyarakat Oravutu adalah pemilik sekolah ini. Kami para guru dan tenaga kependidikan yang bekerja di sekolah ini ibarat penggarap pada kebun/lahan milik bapa dan mama. 

Guru PNS yang bekerja di sekolah swasta adalah milik pemerintah yang dipekerjakan/diperbantukan di sekolah swasta yang sesewaktu dapat diambil kembali oleh pemerintah. Sementara GTK honorer menjadi milik Masyarakat, milik bapa dan mama, termasuk memberi perhatian untuk kesejahteraan mereka agar mereka bisa bekerja dengan baik dan bertanggung jawab. 

 Di SD Katholik Lewopenutung, tahun ini 2 orang lulus tes dan permohonan masuk lewat Komite Sekolah, kita menerima 3 orang tenaga honorer, 1 orang sebagai guru kelas, 1 orang menjadi Operator Data Pendidikan Sekolah dan satu orang lagi sebagai tenaga administrasi umum/tata usaha sekolah.

Kesejahteraan ketiga anak kita ini menjadi tanggung jawab Komite Sekolah melalui sumbangan partisipasi orang tua peserta didik.

 Jika masyarakat juga menyadari bahwa sekolah kita adalah milik kita masyarkat Oravutu, maka sudah semestinya kita bertanggung jawab tentang kelangsungan sekolah kita ini. Jumlah murid yang terus berkurang setiap tahun sangat mempengaruhi kondisi keberlangsungan sekolah kita dan ini adalah tantangan berat buat kita masyarakat di dua desa ini, Lusiduawutun dan Warawatung.

Kita tentu bangga punya satu sekolah dasar sendiri, namun kita juga ditantang apakah kita mampu mempertahankan sekolah kita yang tahun ini mencapai usia 75 tahun?

Apakah sebagai masyarakat Oravutu, kita menyadari kehadiran Sekolah Dasar Katholik Lewopenutung ini sebagai milik kita bersama, atau cuma milik para orang tua peserta didik?

 “SDK Lewopenutung, di mana kau berada, ke mana arah yang kau tuju?”

Satu Tema syarat tantangan yang disodorkan oleh Pastor Paroki St. Petrus dan Paulus Lamalera, RD. Arnoldus Guna Koten dalam kotbah pada momen Syukur, hari bahagia sekolah kita ini patut kita refleksikan bersama.  

Para pendahulu, peletak dasar sekolah ini, para tokoh, pemerintah desa gaya lama tempo dulu dan semua penjasa telah berjuang membangun dan mendirikan Lembaga Sekolah Dasar di kampung kita ini. Tugas kita adalah menjaga, memelihara, merawatnya agar tetap lestari. Jika jumlah murid setiap tahun terus berkurang, tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti SDK Lewopenutung tinggal nama dan menjadi cerita kosong kepada anak cucu kita nanti.

 Dalam penilaian kelayakan akademik oleh Badan Akreditasi Nasional, terakhir tahun 2018, sekolah kita masuk dalam klasifikasi B, nilai 86. Tentu masih banyak aspek yang perlu kita benah, kita perbaiki, kita tingkatkan. Penilaian atau akreditasi sekolah berlangsung setiap 5 tahun sekali, namun tahun 2023 kita mendapat perpanjangan masa otomatis dari BAN S/M sampai tahun 2027 nanti. Mampukah kita mempertahankan predikat B ini pada tahun 2027 nanti? Masih banyak faktor yang perlu kita benah, kita perbaiki dan tingkatkan.

 Ada satu mimpi panitia pada tahun intan sekolah ini, yaitu ingin membangun pagar permanen keliling lokasi sekolah sepanjang kurang lebih 260 meter. (Ukuran tanah Lokasi sekolah kita, Panjang : 69 meter dan Lebar : 60 meter).

Mimpi panitia dapat terwujud pada akhir tahun intan sekolah ini, jika kita semua masyarakat Oravutu (Warawatung dan Lusiduawutun) menyadari bahwa sekolah ini adalah sekolah swasta, sekolah milik seluruh masyarkat, sehingga dengan berbagai cara dan upaya dibarengi tekad bersama, kita akan berusaha mewujudkan mimpi ini, membangun pagar permanen keliling lokasi sekolah, sebagai tanda syukur bakti kita pada Tahun Intan Sekolah, 75 Tahun SD Katholik Lewopenutung pada tahun 2025 ini.

 

 

       

APBDes 2024 Pelaksanaan

APBDes 2024 Pendapatan

APBDes 2024 Pembelanjaan