You must have JavaScript enabled in order to use this theme. Please enable JavaScript and then reload this page in order to continue.
Loading...
Logo Desa Warawatung
Desa Warawatung

Kec. Naga Wutung, Kab. Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur

Selamat Datang Di Website Desa Warawatung,Terima Kasih Atas Kunjungan Anda Selamat Datang Di Website Desa Warawatung,Terima Kasih Atas Kunjungan Anda Pemerintah Desa Warawatung dan BPD Desa Warawatung mengucapkan selamat Hari Ulang Tahun Republik Indonesia Ke- 79 ,Nusantara Baru Indonesia Maju,Dengan semangat gotong royong membangun di mulai Dari Desa Menuju Indonesia Maju Nusantara Baru Indonesia Maju Pemiliahan Gubernur dan Wakil Gubernur,Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati,Mari Kita sukseskan PILKADA Serentak ,Rabu 27 November 2024,Ayo Gunakan Hak Pilih Anda. Selamat Datang Di Website Desa Warawatung,Terima Kasih Atas Kunjungan Anda Pemerintah Desa ,BPD dan Seluruh Masyarakat Desa Warawatung Mengucapakan Dirgahayu Otonomi Lembata ,12 0ktober 1999-12 0ktober 2024,25 Tahun Taan Tou,Lembata Maju Berkelanjutan Selamat Datang Di Website Desa Warawatung,Terima Kasih Atas Kunjungan Anda

KIA SVARA DAN DEMONG URUPIA

Administrator 28 Agustus 2024 Dibaca 37 Kali
KIA SVARA DAN DEMONG URUPIA

Kia Svara dan Demong Urupia adalah Kakak beradik yang merupakan pelarian Tsunami dari Tuak Vutu Avololong, dimana Kedua Kakak beradik ini menggunakan Perahu (Bero) berlayar mencari Keluarga yang sudah mendahului mereka ke Gunung Labalekan. Sesampainya di Pantai Warawatung, Perahu Mereka dihantam oleh Gelombang hingga Pecah. Kemudia kedua Kakak beradik ini berenang ke Pantai dengan Membawa Pendayung (Fahaj) dan Penggayung Air (Gemak). 
Setelah berada di Pantai, keduanya mulai berbagi Tempat Tinggal. Kia Svara (Kakak) memilih untuk tetap menetap di Pinggir Pantai (Lokasi Tempat Kramat Saat ini), sedangkan sang Adik Demong Urupia memilih untuk Menetap di Hutan (Lokasi Bambu). 
Keduanya Memilih Tinggal Berspisah dengan Pembagian Tugas yakni; Kia Svara bertugas untuk memantau segalah jenis Penyakit, Badai Gelombang yang Masuk ke Warawatung, sedangkan Sang adik Demong Urupiah bertugas untuk Memelihara Ternak untuk Menjamin Kelangsungan Hidup Mereka.
Berkaitan dengan Peran Mereka tersebut, Apabila Terjadi Penyakit atau Badai yang masuk ke Wilayah Desa Warawatung, Kia Svara akan memberikan Tanda berupa bunyi Ledakan, Sehingga Para Pemangku Adat (Tuan Tanah) mengumpulkan semua Suku di Desa Warawatung untuk membuat Ritual Penolakan Bala/Penyakit yang masuk ke Kampung Warawatung, dimana Puncak Ritualnya terjadi di Kia Svara yang dilakukan oleh Tetua Suku Atawuwur. 
Kemudian berkaitan dengan Bambu Hunian Demong Urupia berasal dari Perang di Sika Krove. Dimana Bambu tersebut digunakan sebagai Tiang Pondok yang bangun oleh Asmumulutok diatas Punggung Ikan Paus saat kembali dari Perang di Sika Krove. Setelah Asmumulutok Mendarat di Pantai Warawatung, Bambu tersebut dibawa dan ditanam di Lokasi Hunian Demong Urupia dengan Tunjuan untuk menjadi Naungan Ternak-ternak Peliharaan Demong Urupia dan dari situlah terjadilah beberapa peristiwan dimana Kambing membuang Kotoran (Berak) berupa Koin Uang dan Ayam dengan sendirinya menjadi banyak tanpa Proses Perkawinan. Sehingga bagi kami Suku Atawuwur dilarang untuk Memegang dan Memotong Bambu tersebut untuk Kebutuhan Pribadi. Apabila kami Melanggar, maka Ternak Peliharaan Kami akan Mati dalam Jumlah yang sangat Banyak. 
Jika ada Masyarakat di Luar Suku Atauwur yang Memotong Bambu tanpa sepengetahuan kami Suku Atawuwur, maka Imbasnya akan terjadi pada Kami suku Atatwuwur dan Pelaku Pemotongan Bambu tersebut. Untuk itu, bagi Masyarakat di Luar suku Atawuwur yang ingin memotong Bambu, dikhususkan untuk urusan Umum, harus menyampaikan kepada Kami Pihak Suku Atawuwur untuk dilakukan Prat Amet/seremonial terlebih dahulu sehingga menjamin Keselamatan Kami suku Atawuwur dan Juga Pelaku Pemotongan bambu tersebut. 
Demikian Sejarah singkat Tempat Keramat “Kia Svara dan Demong Urupia”Kia Svara dan Demong Urupia adalah Kakak beradik yang merupakan pelarian Tsunami dari Tuak Vutu Avololong, dimana Kedua Kakak beradik ini menggunakan Perahu (Bero) berlayar mencari Keluarga yang sudah mendahului mereka ke Gunung Labalekan. Sesampainya di Pantai Warawatung, Perahu Mereka dihantam oleh Gelombang hingga Pecah. Kemudia kedua Kakak beradik ini berenang ke Pantai dengan Membawa Pendayung (Fahaj) dan Penggayung Air (Gemak). 
Setelah berada di Pantai, keduanya mulai berbagi Tempat Tinggal. Kia Svara (Kakak) memilih untuk tetap menetap di Pinggir Pantai (Lokasi Tempat Kramat Saat ini), sedangkan sang Adik Demong Urupia memilih untuk Menetap di Hutan (Lokasi Bambu). 
Keduanya Memilih Tinggal Berspisah dengan Pembagian Tugas yakni; Kia Svara bertugas untuk memantau segalah jenis Penyakit, Badai Gelombang yang Masuk ke Warawatung, sedangkan Sang adik Demong Urupiah bertugas untuk Memelihara Ternak untuk Menjamin Kelangsungan Hidup Mereka.
Berkaitan dengan Peran Mereka tersebut, Apabila Terjadi Penyakit atau Badai yang masuk ke Wilayah Desa Warawatung, Kia Svara akan memberikan Tanda berupa bunyi Ledakan, Sehingga Para Pemangku Adat (Tuan Tanah) mengumpulkan semua Suku di Desa Warawatung untuk membuat Ritual Penolakan Bala/Penyakit yang masuk ke Kampung Warawatung, dimana Puncak Ritualnya terjadi di Kia Svara yang dilakukan oleh Tetua Suku Atawuwur. 
Kemudian berkaitan dengan Bambu Hunian Demong Urupia berasal dari Perang di Sika Krove. Dimana Bambu tersebut digunakan sebagai Tiang Pondok yang bangun oleh Asmumulutok diatas Punggung Ikan Paus saat kembali dari Perang di Sika Krove. Setelah Asmumulutok Mendarat di Pantai Warawatung, Bambu tersebut dibawa dan ditanam di Lokasi Hunian Demong Urupia dengan Tunjuan untuk menjadi Naungan Ternak-ternak Peliharaan Demong Urupia dan dari situlah terjadilah beberapa peristiwan dimana Kambing membuang Kotoran (Berak) berupa Koin Uang dan Ayam dengan sendirinya menjadi banyak tanpa Proses Perkawinan. Sehingga bagi kami Suku Atawuwur dilarang untuk Memegang dan Memotong Bambu tersebut untuk Kebutuhan Pribadi. Apabila kami Melanggar, maka Ternak Peliharaan Kami akan Mati dalam Jumlah yang sangat Banyak. 
Jika ada Masyarakat di Luar Suku Atauwur yang Memotong Bambu tanpa sepengetahuan kami Suku Atawuwur, maka Imbasnya akan terjadi pada Kami suku Atatwuwur dan Pelaku Pemotongan Bambu tersebut. Untuk itu, bagi Masyarakat di Luar suku Atawuwur yang ingin memotong Bambu, dikhususkan untuk urusan Umum, harus menyampaikan kepada Kami Pihak Suku Atawuwur untuk dilakukan Prat Amet/seremonial terlebih dahulu sehingga menjamin Keselamatan Kami suku Atawuwur dan Juga Pelaku Pemotongan bambu tersebut. 
Demikian Sejarah singkat Tempat Keramat “Kia Svara dan Demong Urupia”

APBDes 2024 Pelaksanaan

APBDes 2024 Pendapatan

APBDes 2024 Pembelanjaan